Selasa, 07 Januari 2014

Kasus Bisnis Rokok

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya.Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung (walaupun pada kenyataannya itu hanya tinggal hiasan, jarang sekali dipatuhi).
Banyak orang bilang rokok adalah salah satu pemberi devisa terbesar di Indonesia. Betul memang bisnis rokok ini sangat berpengaruh terhadap nilai pendapatan negara, dari tahun 1995 hingga kini jumlah perokok di Indonesia meningkat tajam dari hanya sekitar 34 juta menjadi lebih dari 67 persen penduduk pria Indonesia atau lebih dari 80 juta. Itu untuk perokok pria, untuk perokok wanita sekitar 8 juta-an. Dan yang sangat mengkhawatirkan dari 45 persen perokok adalah berusia di bawah 25 tahun, bahkan satu persennya usia anak-anak, seperti halnya anak balita perokok yang menjadi topik menghebohkan beberapa hari ke belakang. Dari hasil "gendutnya" bisnis rokok ini pemerintah Indonesia mendapatkan keuntungan sekitar 70 triliun di tahun 2012. Nilai yang luar biasa memang. Tapi tahukah anda berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengobati para perokok dari penyakit setidaknya kanker paru dan akibat rokok lainnya? 250 TRILIUN itulah yang harus di tanggung dari bisnis rokok yang selalu menjadi pro kontra karena menguntungkan negara. Memang sekitar 30 juta orang menggantung diri dari bisnis rokok tapi lihat kerugian kita akibat rokok, 250 triliun,.
Selain kerugian materi, dari rokok ini kita banyak memperoleh kerugian kesehatan. Salah satunya bertebaran penyakit pernafasan yang berbahaya, dari mulai sesak nafas hingga kanker paru ini. Dan ternyata tingginya angka perokok, berindikasi pula pada jumlah penderita kanker paru ini. Jadi bisa diperkirakan 80 juta orang perokok itu terbelit masalah kecanduan dan kanker paru. Tapi parah lagi bukan hanya perokok yang terancam, tapi orang yang baik dengan sengaja atau tidak sengaja menghirup asap rokok terancam pula. Jadi keseluruhan rakyat Indonesia termasuk saya dan anda yang jumlahnya lebih dari 250 juta, terancam penyakit kanker paru.
Dari segi pemasaran banyak sekali kita lihat saat ini iklan rokok masih kerap menghiasi layar televisi. Meskipun memang iklan rokok yang dibuat memang tidak menunjukan langsung mengenai produk tersebut. Semua iklan rokok membuat seperti “kiasan iklan” namun tetap saja sebenarnya iklan rokok ditelevisi sudah tidak diperbolehkan. Iklan rokok hanya boleh pada media seperti baliho dan sebagainya. Maka dari sinilah harus adanya etika berbisnis yang tidak hanya mementingkan keuntungan sepihak tapi jua banyak pihak sesuai dengan.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar